Indonesia adalah salah satu bangsa yang besar dan merupakan negara kepulauan terbesar di dunia. Memiliki kekayaan seni budaya yang sangat beragam serta selalu berkembang di tanah ibu pertiwi yang subur makmur, gemah ripah loh jinawi.
Nacido en la ciudad de Blora - Java Central, 8 de
junio de 1979. Ki Sigid Ariyanto es un Dhalang
joven, talentoso y famoso de la ciudad de Rembang (dhalang : un titulo de un
titirirero). Su deseo de ser Dhalang
creció desde la adolescencia. Su carrera como dhalang crece gracias a los
famosos dhalang que siempre fueron su inspiración. Estudió Wayang Kulit en el
Instituto de Arte de Indonesia ( ISI )en la ciudad de Surakarta.
Después de graduarse del ISI, Ki Sigid Ariyanto formó su
equipo bajo el nombre de Cakraningrat.
Desde entonces Ki Sigid Ariyanto se volvió más conocido en la ciudad de Rembang
y también en el resto de Indonesia.
Su persistencia y la seriedad
finalmente dieron frutos y fue una vez el mejor Dhalang en el Festival de Títeres
de Sombra de Indonesia en 2008. Tuvo varias oportunidades de representar
Indonesia ; en el Festival de Títeres de ASEAN en 2006, en un festival en
Italia en 2003, y en el espectáculo de títeres y danza en Holanda en 2002.
Su estilos son
innovadores y comunicativos y siempre manteniendo los valores fundamentales de
la vida (Adi noble) por ello, el es muy favorito, también se destaca por como realiza las escenas de las batallas que
parecen muy reales.
Lahir di kota
Blora - Jawa Tengah, 8 Juni 1979. Ki Sigid Ariyanto adalah seorang
Dhalang muda, berbakat dan terkenal di
kota Rembang. Keinginan dan kecintaannya untuk menjadi seorang Dhalang
tumbuh semenjak masa remaja. Ki Sigid Ariyanto melanjutkan belajar wayang kulit
ke Institut Seni Indonesia Surakarta.
Para Dhalang
senior yang menjadi inspirasi dan panutannya antara lain : Ki Manteb
Soedharsono, Ki Anom Suroto, Ki seno Nugroho. Semua itu menjadi inspirasi bagi
dirinya untuk terus belajar dan menjadi seorang Dhalang yang sesungguhnya.
Setelah lulus
dari Sekolah Tinggi Seni Indonesia di kota Surakarta pada tahun 2003, Ki Sigid
Ariyanto mendirikan sebuah Sanggar Seni Cakraningrat di kota kelahirannya dan sebagai
bentuk pengabdiannya di dunia seni khususnya seni pertinjukan Wayang Kulit. Sejak
saat itu Ki Sigid Ariyanto mulai dikenal secara luas, baik di kota Rembang
maupun di Indonesia.
Ketekunan dan keseriusan Ki Sigid Ariyanto dalam
berkesenian akhirnya membuahkan hasil. Dia pernah menjadi penyaji terbaik
dalam Festival Wayang Indonesia pada tahun 2008. Mendapat
kesempatan sebagai Duta Indonesia dalam Festival Wayang ASEAN pada tahun
2006. Pada tahun 2003 mendapat kesempatan mengadakan
pertunjukan bersama groupnya di Italia. Berkolaborasi untuk
pertunjukan wayang dan tari di Belanda pada tahun 2002.
Pementasan yang selalu inovatif dan
komunikatif serta tetap menjaga nilai luhur (Adi Luhung) wayang kulit menjadikannya sangat disukai dalam setiap
pementasannya. Salah satu yang membuatnya tersohor adalah cara dia memainkan Wayang
Kulit dalam adegan sabet / perang,
wayang kulit terlihat lebih hidup.
Nacido en Yogyakarta, 23 de agosto de 1972.Ki Seno Nugroho es el hijo del famoso
titiritero de la ciudad de Yogyakarta, Ki Supaman Cermo Wiyoto.Desde la infancia, siempre le
acompañaba a su padre en sus obras de títeres.Su deseo de convertirse en un
titiritero creció cuando estudiaba en la escuela secundaria. Su amor por títeres y su admiración al ver
las obras del famoso Dalang Ki Manteb Soedarsana son sus inspiraciónes.
Después de graduarse de la escuela secundaria,
Ki Seno Nugroho continuó estudiando en una escuela especial de arte (SGSI), se
especializó en Dalang y se profundizó seriamente el conocimiento de Wayang
Kulit.
Al principio Ki Seno Nugroho siempre
tuvo la oportunidad de dirigir una obra por una hora que se le daba su padre
antes de su propia obra que duraba toda la noche.Ki Seno Nugroho asistía las obras de
Wayang mas seguidos, y aprendió a tocar el gamelan y también a ser un Dalang a
los maestros de Yogyakarta.Después
de sentirse capaz de ser independiente, formó un grupo de Gamelan llamadoWarga Laras
que consistía en 50 amigos de la escuela de arte.Desde entonces Ki Seno Nugroho se
conoce mas ampliamente tanto en Yogyakarta como en Indonesia.
La persistencia y seriedad de Ki Seno Nugroho
finalmente dieron frutos.Tuvo la
oportunidad de colaborar con titiriteros
principales y sus ídolos como: Ki Manteb Soedarsana, Edy Suwondo Ki, Ki Anom
Suroto, Ki y Ki enthus Sukoco Susmono.En
la actualidad, Ki Seno Nugroho es capaz de dirigir varias obras de 5 hasta 20
veces por mes.
Sus espectáculos innovadores, comunicativos y siempre manteniendo los valores
fundamentales (Adi noble) hacen que el sea muy favorito. Una de sus famas es su forma de
realizar las escenas de las batallas que se ven muy reales.
Algunas de sus actuaciones en el exterior entre
otras son :
1. En 2008 – La colaboración de Ki Seno Nugroho y
su grupo con el Grupo de Gamelan Kyai Madusari de Canadá y realizaron títeres
multimedia que fueron presentados en 7 ciudades de Canadá.
2. En 2006 colaboró con Ben Wiwohatmo Dance
Theater en una obra de danza y títeres en Corea del Sur.
3. En 2004 Espectáculo de Wayang Kulit en la ciudad
de Berlín y Kohln en Alemania.
4. En 2002 colaboró con Miroto Dance Company en
la obra de “Saidjah y Adina” que fue presentada en 10 ciudades en Holanda.
5. En 2000 colaboró con Miroto Dance Company en
la obra “Dancing Shadow” que fue presentada en 10 ciudades de Holanda y
Bélgica.
Lahir di Yogyakarta,
23 Agustus 1972. Ki Seno Nugroho adalah putra dari Dhalang terkenal
di kota Yogyakarta yaitu almarhum Ki Suparman
Cermo Wiyoto. Sejak kecil ia selalu ikut ayahnya mendhalang. Keinginannya untuk
menjadi seorang Dhalang tumbuh ketika masih menempuh pendidikan di Sekolah
Menengah Pertama. Kecintaan terhadap wayang kulit dan kekaguman ketika melihat
pementasan Dhalang yang sangat terkenal Ki Manteb Soedarsana menjadi inspirasi bagi
dirinya untuk menjadi seorang Dhalang yang sesungguhnya.
Setelah lulus dari
Sekolah Menengah Pertama, Ki Seno Nugroho melanjutkan belajar di sebuah sekolah
khusus kesenian (SMKI Yogyakarta), mengambil jurusan Pedhalangan. Di sekolah
itulah Ki Seno Nugroho semakin serius memperdalam ilmu tentang Dunia Pakeliran / Wayang Kulit.
Pada awalnya Ki
Seno Nugroho selalu diberi kesempatan oleh ayahnya untuk mendhalang selama 1
jam sebelum ayahnya mendhalang semalam suntuk. Ki Seno Nugroho semakin rajin
melihat pertunjukan Wayang Kulit, belajar bermain gamelan dan berguru kepada
tokoh-tokoh Dhalang yang ada di Yogyakarta. Setalah merasa mampu untuk mandiri,
akhirnya ia membentuk sebuah Group Gamelan bernama Warga Laras yang terdiri dari 50 personil, dengan anggota teman - temannya
semasa belajar di sekolah seni. Sejak saat itu Ki Seno Nugroho mulai dikenal
secara luas, baik di Yogyakarta maupun di Indonesia.
Ketekunan dan
keseriusan Ki Seno Nugroho dalam berkesenian akhirnya membuahkan hasil. Dia
mendapat kesempatan untuk berkolaborasi dengan beberapa Dhalang senior dan idolanya
seperti : Ki Manteb Soedharsana, Ki Edy Suwondo, Ki Anom Suroto, Ki Sukoco dan
Ki Enthus Susmono. Pada masa sekarang ini, Ki Seno Nugroho bisa mendalang 5 -
20 kali pertunjukan dalam 1 bulan.
Pementasan yang selalu inovatif dan
komunikatif serta tetap menjaga nilai luhur (Adi Luhung) wayang kulit menjadikannya sangat disukai dalam setiap
pementasannya. Salah satu yang membuatnya tersohor adalah cara dia memainkan Wayang
Kulit dalam adegan sabet / perang,
wayang kulit terlihat lebih hidup.
Kecintaan dan kemampuannya memainkan
wayang kulit membawanya melanglang buwana. Beberapa pertunjukan Ki Seno Nugroho
di luar negeri antara lain : Pada tahun 2008 Ki Seno Nugroho bersama groupnya
berkolaborasi dengan Group Gamelan Kyai
Madusari dari Canada dan membuat wayang multimedia yang di pentaskan di 7
kota di Canada. Pada tahun 2006 berkolaborasi bersama Bimo Wiwohatmo Dance Theater membuat sebuah pertunjukan tari dan
wayang yang dipentaskan di Korea Selatan. Pada tahun 2004 Ki Seno Nugroho
menunjukan kebolehannya bermain Wayang Kulit di Jerman, tepatnya di kota Berlin
dan Kohln. Pada tahun 2002 berkolaborasi dengan Miroto Dance Company dalam karya Saidjah dan Adinda yang dipentaskan di 10 kota di Belanda. Pada
tahun 2000 berkolaborasi dengan Miroto
Dance Company dalam karya Dancing
Shadowyang dipentaskan di 10 kota
di Belanda dan Belgia.
Klana mask dance is a men's single dance that originated
from Yogyakarta city (Java). Klana mask dance always uses the mask and usually
made of wood and colored red. This
dance depicts a king named Prabu Klana
Sewandana from Pudhak Payung
kingdom who has fall in love with the goddess of Sekartaji.
According toan existingstory, Klana mask dance was originally a folk dance. In
its development, the Kingdom of Yogyakarta sees something interesting in the
Klana mask dance and thenretrieved,
repairedand finally was adoptedintoa
palace dance. Finally, Klana mask dance from a folk dance becomes
a palace dance in Yogyakarta kingdom.
The
costumes are: cloth (Java: jarik), pants
cindhe, sampur, headdress (Java: Bledhegan),
buntal and a dagger (Java: keris).
There is a specific movement of Klana mask dance and it became a
characteristic of this dance. That movement is kicked a cloth folding (Java: sepak wiron) and followed by the
movement of the waist (Java: ogek lambung). Klana Topeng dance
usually accompanied by gamelan music and a special song, it’s name is Bendrong who have a great character and
dignity.
Golek
dance is from Yogyakarta city (Java). The movements such as flowing water (Java:mbanyu mili). There are various
kinds of the Golek dance but basically it can be describe that Golek dance is a
women's single dance and usually tells about a princess who is being stepped on
adolescence. Some of visualizing the motion of the girl who stepped on
adolescence are beautify themselves like wearing powder for the face (Java : tasikan), installing headdress (Java:atrap jamang), installing the ear
ornaments (Java : atrap supe) and
combing the hair (Java:ngore rigma).
Golek dance classified into the type of classical dance
in Yogyakarta Palace. In the development, this dance goes out of the castle
wall and can be learned by anyone, including students in formal art schools and
colleges.
Classical dance looks more elegant and sophisticated and
no doubt about its quality. Having a class and level of extraordinary beauty in
terms of motion, fashion and philosophy.
The
costumes are:cloth (Java:jarik),
a vest decorated with gold sequins, headdress in the form of a bird made of
leather combined with the feathers and sequins. Wearing ornate necklace made of
leather, bracelets, earrings accessories and also use a sampur that serves as a personification of flying, mirror and so
forth.
Many kinds of Indonesian dances. Primitive,
traditional and classic dance have become the breath of Indonesian arts and
culture. Cultural heritage must be preserved, conserved and developed in
accordance with the era. Apart from being the pride of heritage, it is
important to maintain the existence of arts and culture. Each regions has a
dance popular in their respective regions. For example: Saman Dance from Aceh,
Rantak Dance from Sumatra, Klana Topeng Dance from Java, Margapati Dance from
Bali, etc.
Saman Dance
Saman dance is a traditional dance from Aceh. This danceis adancegroupandneedsomedancerstopresent it. At first, Saman Dance served to
proselytizing, the celebration of the birth of Prophet Muhammad SAW, and
important celebration of customary law. In its development, this dance is often
performed in welcoming guests and other special performances.
Samandancedoes notuse the music but just
use the song, shouts, applause and pat of the body like the chest and thighs as
the source of the music. Appearances motion looks attractive, dynamic, tend in
a fast tempo, simultaneous and equal.
Saman dance uses the same costumes, usually using the kind
of long clothes with ornate trinkets, pants “Galembong”
combined with Sarung and headband.
Saman dance can be done by men, women or men and women simultaneously.
Rantak Dance
Rantak dance is a single dance. This dance can be done by
one person but it can be done by many people. Rantakdanceoriginatedfromthe island ofSumatra.
The source motion of Rantak dance comes from the Indonesia's traditional
martial art (Pencak Silat) which have
hadstylization. Movement is
clear, sharp and dynamic.
Rantak dance using the kind of long clothes with ornate
trinkets, pants “Galembong” combined
with cloth Sarung and headband. This
dance uses traditional music of Sumatra.